Jumat, 02 Maret 2012

Peran Pemuda Islam

postheadericon Peran Pemuda Islam

Pemuda islam hari ini adalah gambaran masa depan islam. Apabila baik pemudanya maka akan baik pula islam di dalamnya. Dr. Syakir Ali Salim berpendapat, pemuda islam merupakan tumpuan umat. oleh karena itu existensinya sangat diperlukan di masyarakat.

“Maka apakah kamu mengira, bahwa kami menciptakan kamu main-main (saja) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami” QS. al-Mu’minuun:115
Peran pemuda dalam pentas sejarah
Kenalkah anda dengan Nabiyullah Ibrahim AS.? Ibrahim AS adalah sosok pemuda yang disebutkan Allah yang mampu menggentarkan kerajaan namruz. Allah berfirman: “mereka berkata; kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim” QS.21:60.
Berkarta Ibnu abbas r.a. tak ada seorang Nabi pun yang diutus Allah, melainkan ia dipilih dikalangan pemuda(yakni 30-40 tahun). Begitu pula tidak seorang alim pun yang diberi ilmu melinkan ia (hanya) dari kalangan pemuda. kemudian ibnu Abbas membaca firman Allah SWT : mereka berkata: kami dengan ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim: QS. al-anbiyaa:60 tafsir ibnu katsir III/183).
Allah Berfirman:
“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang kami angkatbersama Nuh dan dari keturunan Ibrahim dan israel dan dari orang-orang yang telah kami beri petunjuk dan telah kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang maha pemurah kepada mereka maka merka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” QS. 19:58
Begitu juga dengan ashabul kahfi
Siapa ashabul kahfi itu?
Tidak lain adalah mereka para pemuda pengikut Nabi Isa as. yang diabadikan Allah, karena menolak untuk kembali kepada agama nenek moyangnya dan lebih memilih mengasingkan diri serta berlindung kedalam goa.
Nabi muhammad SAW juga diangkat menjadi rasul tatkala baginda berusia 40 tahun. Pengikut-pengikut baginda pada generasi pertama juga kebanyakan dari kalangan pemuda, bahkan ada yang masih kecil, diantarannya adalah:
1. Ali bin abi thalib dan Zubair bin Al-Awwam usia 8 tahun;
2. Thalhah bin ubaidillah, 11 tahuin;
3. Al Arqaam bin abil Arqaam, 12 tahun;
4. Abdullah bin Mzhum, 17 tahun;
5. Jafar bin Abi thalib, 18 tahun;
6. Qudaamah bin abi mazhun, 19 tahun;
7. Said bin Zaid dan Shuhaib arrumi berusia di bawah 20 tahun;
8. Amir bin Fahirah, 23 tahun;
9. Mushab bin umair dan al miqdad bin al aswad, 24 tahun;
10. Abdullah bin al Zahsyi, 25 tahun;
11. Umar bin al khatab, 26 tahun;
12. Abu ubaidah ibnu zarrah dan utbah bin rabiah, amir bin rabiah, nu’aim bin abdillah, usman bin mazhun abu salamah,abdurrahman bin auf dan kesemuanya sekitar 30 tahun;
13. Ammar bin yasir diantara 30-40 tahun;
14. Abu bakar ash shiddiq 37 tahun. Hamzah bin abdul mutholib 42 tahun dan ubaidah bin al harith yang paling tua diantara mereka yaitu 50 tahun.
Mereka mampu menaklukan dunia imperium besar (romawi dan persia) merka juga berhasil melakukan expansi ke berbagai negara yaitu sind di barat daya india,Khazar di utara, armenia dan rusia, juga syam (suria), mesir, tripoli dan sebagian afrika. Penaklukan ini berhasil dapat dirampungkan hanya dalam kurun waktu 35 tahun.
Mereka berlayar mengarungi samudera, sehingga membuat batas geografis. kerajaan merka merabah luas hingga mencapai turkistran, bahkan sampai ketimur sampai teritorial cina dan kebarat negeri spanyol di eropa. mereka telah sanggup memperlihatkan kepada dunia akan luasnya kekuasaan islam.
Utbah bin nafi yang berdiri di pantai samudera atlantik di ujung barat berdo’a kepada Allah: “Demi Robb Muhammad, sekiranya bukan karena bentangan samudera ini yang menjadi penghalang, niscaya aku akan taklukan seluruh jagat raya ini, demi meninggikan kalimat-Mu, wahai Robbku saksikanlah!!” sementara itu diufuk timur, Qutaibah al bahilly terus menerobos sampai akhirnya ia dapat mencapai perbatasan cina.
Mereka telah menghabiskan masa mudanya untus sesuatu yang sangat berharga, memperjuangkan kalimat Allah dengan segala kemampuan mereka masing-masing, sehingga namanya terukir dengan tinta emas dalam pentas sejarah peradaban islam. Bagaimana dengan masa muda kita????
Apakah kita termasuk katagori pemuda diatas???
Atau seperti yang telah Allah gambarkan dalam Firman-Nya:
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan sholat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.”
Berdasarkan hasil survey komnas anakbekerjasama dengan lembaga perlindungan anak (LPA) di 12 propinsi pada tahun 2007 terungkap sebanyak93,7% anak smp dan smu yang disurvey mengaku pernah melakukan ciuman dan oral seks.
Dan sebanyak 62,7% anak smp yang diteliti mengaku sudah tidak perawan. Serta 21,2% remaja SMU yang disurvey penah melakukan aborsi. Dan lagi 97% pelajar SMP dan SMU yang disurvey mengaku suka menonton film forno.
Sekitar 1,5% dari seluruh populasi penduduk indonesia merupakan pemakai narkoba. Ini berarti ada sekitar 3,2 hingga 3,6 juta penduduk indonesia yang berkutat dengan penyalahgunaan obat-obatan terlalarang tersebut.
Dari angka itu sekitar 15 ribu orang harus meregang nyawa setaiap tahun karena memekai narkoba. Tak kurang dari 78% korban yang tewas akibat narkoba adalah anak muda berusia antaar 19-21 tahun.
Angka itu belum termasuk mereka yang terkena dampak lain akibat kasus narkoba. Lebih dari 500 ribu orang positif terkena AIDS(Acquired Immune Deficiency Syindrome) atau sindrom kehilangan kekebalan tubuh yang hingga kini belum ditemukan obatnya.
Jalan mana yang kita pilih???
Sudah semestinya kita memilih jalan yang diridhoi Allah.
Adapum beberapa bekal untuk pemuda islam yang diwasiatkan oleh para ulama yaitu:
1. Ilmu yang bermanfaat
” Barangsiapa tidak belajar dimasa mudanya, maka bertakbirlah 4 kali sebagai isyarat kematiannya.”
“belajarlah, karena tidak ada seorangpun yang dilahirkan dengan berilmu.” (imam Syafi’i)
2. Iman yang mantap (al iman daqiiq)
Iman yang menancap dalam-dalam ke dasar hati tidak mudah goyah, sehingga mampu menopang pohon agama ini seluruhnya..
seperti Firman Allah :
“Sesungguhnya orang-orang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” QS.49:15
Kekuatan inilah yang menyebabkan pemuda islam mulia.
“allah akan meninggikan orang-orang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat……….”
3. Kesempurnaan akhlaq
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq.”
Contoh; pendidikan Lukman yang diberikan kepada anaknya.
Firman Allah :
“Dan janganlah kamu memalinkan mukamu dari manusia(karena sombong) dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi dengan angkuh. sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” QS.31:18
4. Berbuat untuk kejayaan islam dan kaum muslimin
Allah berfirman:
“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama[1340] dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).”.QS.42:32
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci.” QS.61:9
wallahu’alam bishowab….

Senin, 13 Februari 2012

Lesbianisme, Gaya Hidup atau Abnormalitas Seksual?

Lesbianisme, Gaya Hidup atau Abnormalitas Seksual?

Lesbianisme tergolong dalam abnormalitas seksual yang disebabkan adanya partner-seks yang abnormal. Lesbianisme berasal sari kata Lesbos. Lesbos sendiri adalah sebutan bagi sebuah pulau ditengah Lautan Egeis, yang pada zaman kuno dihuni oleh para wanita (dalam Kartono, 1985). Homoseksualitas dikalangan wanita disebut dengan cinta yang lesbis atau lesbianisme. Memang, pada usia pubertas, dalam diri individu muncul predisposisi (pembawaan, kecenderungan) biseksuil, yaitu mencintai seorang teman puteri, sekaligus mencintai teman seorang pria.
Pada proses perkembangan remaja yang normal, biseksualitas bisa berkembang menjadi heteroseksual (menyukai lawan jenis). Sebaliknya jika prosesnya abnormal, misalnya disebabkan oleh faktor endogin atau eksogin tertentu, maka biseksualitas bisa berkembang menjadi lesbian, dan obyek-erotisnya adalah benar-benar seorang wanita. Pada umumnya, cinta seorang lesbianisme itu sangat mendalam dan lebih hebat dari pada cinta heteroseksual. Meskipun pada relasi lesbian, tidak didapatkan kepuasan seksual yang wajar. Cinta lesbian juga biasanya lebih hebat daripada cinta homoseksual diantar kaum pria.
Gejala Lesbianisme antara lain disebabkan karena wanita yang bersangkutan terlalu mudah jenuh terhadap relasi heteroseksualnya, misalnya suami atau kekasih prianya. Seorang yang lesbian tidak pernah merasakan orgasme. Penyebab yang lain adalah pengalaman traumatis terhadap seorang pria atau suami yang kejam, sehingga timbul rasa benci yang mendalam dan antipati terhadap setiap laki-laki. Kemudian ia lebih suka melakukan relasi seks dan hidup bercinta dengan seseorang wanita lain. Wanita lesbian menganggap relasi heteroseksual tidak bisa membuat dirinya bahagia, relasi seksnya dengan sesama wanita dianggap sebagai kompensasi dari rasa ketidakbahagiaannya tersebut.
Nah, baik lesbianisme pada wanita maupun homoseksualitas pada laki-laki banyak distimulir oleh hormon eksogin dan faktor lingkungan. Lantas apakah Lesbianisme merupakan sebuah gaya hidup ataukah abnormalitas seksual? Blog Dunia Psikologi menyerahkan sepenuhnya kepada pembaca, dan yang mesti di ingat sebelum menyimpulkan adalah pada faktanya kaum lesbi menjadi sebuah gaya hidup para wanita ketika issue gender semakin menguat. Menuduh mereka abnormalitas seksual juga terlalu naif, karena lesbian Indonesia belum ada yang diteliti hormon penyebabnya. Bisa jadi semakin banyaknya lesbian Indonesia karena ‘ketidakmampuan’ laki-laki menempatkan perempuan dalam tempat yang seharusnya. Allah Bissawab.

Peran Ayah dalam Keluarga

Peran Ayah dalam Keluarga

Peran Ayah
Sebuah survei di Amerika menyebut, kini peran ayah dalam keluarga meningkat. Berbagai kajian para psikolog menyatakan, ayah kini mengambil peranan sangat besar dalam aktivitas rumah tangga maupun dalam proses mendidik anak. Para pria juga mengambil cuti saat “menjadi ayah” karena ingin memberikan waktu lebih besar bagi bayinya.

Peran ayah dalam keluarga
yang dimaksud di sini adalah aktif dalam membentuk perkembangan emosi anak, menanamkan nilai-nilai hidup, dan kepercayaan dalam keluarga. Berbagai riset tentang perkembangan anak menunjukkan, pengaruh seorang ayah dimulai sejak usia yang sangat dini. Misalnya ditemukan, bayi laki-laki berusia lima bulan yang banyak menghabiskan waktu dengan ayahnya, menjadi jauh lebih nyaman berada di antara orang-orang asing dewasa. Bayi ini lebih banyak mengoceh dan menunjukkan kerelaan untuk digendong dibandingkan dengan bayi yang ayahnya kurang terlibat.

Terlepas dari itu, di sini peranan ibu tetaplah penting. Namun dalam riset ini juga ditemukan, kualitas hubungan dengan ibu bukan merupakan peramal yang sama kuat mengenai keberhasilan atau kegagalan anak dibanding dengan kualitas hubungan anak dengan para ayah. Kedekatan seorang ayah setelah kelahiran bayinya juga biasanya berkelanjutan hingga masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa peran aktif ayah dalam mendidik anak ternyata menimbulkan perbedaan yang besar bagi anak-anak dan bisa menentukan masa depan mereka.
Sebagaimana diketahui, tantangan pergaulan remaja sekarang jauh berbeda dengan dulu. Narkoba, tawuran, gang motor yang kriminal, pornografi dan pornoaksi adalah bentuk kenakalan remaja yang sudah menunggu di pintu sekolah anak-anak. Bahkan mungkin sudah berada di dalam rumah. Levant (dalam Adelia, 2006) menyatakan bahwa pria punya kemampuan mengenali dan menanggapi emosi anak-anaknya secara konstruktif dibanding wanita. Sehingga, dengan besarnya tantangan kenakalan yang akan dihadapi anak atau remaja nanti, maka tidak bisa tidak, peranan ayah dalam mendidik anak mutlak dilaksanakan.
Di Indonesia, memang begitu banyak buku maupun artikel dari majalah bertemakan “ayah” diminati pasangan muda, terutama prianya. Namun, sejauh mana perkembangan peranan para ayah ini, belum diketahui karena minimnya penelitian tentang keayahan di Indonesia. Sebaliknya, banyak orang tua, terutama Ayah yang hanya menuntut prestasi pada remajanya, tanpa mempedulikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi para remajanya dalam mewujudkan keinginan orang tuanya.
Banyak Ayah yang memukul, memarahi dan melakukan kekerasan pada anak nya karena mendapat nilai jelek. Orang tua berpikir bahwa dengan dimarahi maka remajanya akan menjadi baik. Sayangnya orang tua yang suka marah dan apalagi memukul, justru akan membuat para remajanya tidak betah di rumah. Santrock (1995) memberikan penjelasan, ketika remaja tidak betah dengan kondisi rumah (sikap orang tua yang selalu mencelah bukan memotivasi) maka selanjutnya remaja akan mencari kelompok di luar rumah yang dapat menerima dirinya. Dari kelompok tersebut kemudian sering muncul perilaku-perilaku yang melanggar aturan (kenakalan remaja), seperti berkelahi, mencuri, membolos dan perilaku-perilaku negatif lainnya.

Proaktivitas, Pengertian dan Ciri-cirinya

Proaktivitas, Pengertian dan Ciri-cirinya

Pengertian Proaktivitas. Pengertian atau definisi proaktivitas adalah orang yang relatif tidak terpengaruh oleh kekuatan situasi di sekitarnya, bahkan orang tersebut mampu mempengaruhi timbulnya perubahan dalam lingkungannya. Orang dengan proaktivitas tinggi mampu mengidentifikasi kesempatan dan mengambil tindakan yang tepat untuk memanfaatkan kesempatan tersebut, menampakkan inisiatif dan mempertahankannya sampai perubahan yang bermakna terjadi. Lawan dari proaktif adalah pasif atau reaktif, yaitu orang yang cenderung untuk beradaptasi atau berkompromi dengan keadaan, daripada berusaha merubah dirinya untuk memberikan pengaruh positif pada situasi disekitarnya.
Proaktivitas manusia selalu memiliki tujuan, bergerak maju, dan berorientasi ke masa depan, serta secara internal memunculkan perilakunya sendiri. Stimulus dari luar lebih tampak sebagai sesuatu yang menjadi kecenderungan aktualisasi dari dalam keluar daripada sesuatu yang menjadikan individu bereaksi terhadap stimulus lingkungan. Individu secara psikologis mencerna stimulus eksternal tersebut, dan bukan sekedar bereaksi terhadap stimulus. Hjelle dan Ziegler (1981) mengemukakan bahwa proaktivitas merupakan salah satu asumsi dasar sifat manusia. Lebih jauh dijelaskan bahwa proaktivitas adalah lawan dari reaktivitas. Proaktivitas merupakan keyakinan diri bahwa sumber segala perilaku adalah terletak pada diri manusia itu sendiri. Manusia melakukan aksi, bukan sekedar reaksi. Penyebab perilaku dapat ditemukan dalam diri manusia sendiri dan muncul secara internal.

Sedangkan Frankl (1962) mengemukakan proaktif sebagai perilaku paling utama dalam eksistensi hidup manusia, yaitu kemampuan individu untuk menemukan makna hidup dan berjuang untuk memenuhi makna hidupnya itu (Search and struggle for meaningful life) sebagai sebuah tanggung-jawab pribadi. Kehidupan manusia, secara permanen bersifat menantang dan dalam merespon tantangan hidup itu, tidak dapat dilakukan hanya dengan berbicara atau berkontemplasi saja, melainkan harus ditindaklanjuti dengan suatu tindakan proaktif, sehingga makna hidup yang telah ditemukan dapat direalisasikan.
Selanjutnya Maslow (dalam Mangkunegara, 2000), proaktivitas seseorang adalah terletak pada perilaku seseorang, bukan respon terhadap stimulus eksternal, artinya individu adalah beraksi, bukan bereaksi. Maslow menggambarkan manusia sebagai individu yang selalu berusaha memuaskan kebutuhan internal. Kebutuhan-kebutuhan inilah yang akan memunculkan perilaku. Konsep proaktivitas ini sangat nyata ada dalam konsep aktualisasi diri Maslow. Tidak ada stimulus eksternal dalam aktualisasi diri. Secara alami, aktualisasi diri adalah konsep proaktif. Individu dipandang sebagai organisme yang mampu melakukan antisipasi masa depan, kesadaran potensi diri dan usaha keras yang terus menerus untuk dapat hidup.
Ciri-ciri Individu Proaktif. Covey meringkas definisi dan pengertian tentang sifat proaktif dari para ahli diatas dengan menjelaskan tentang ciri-ciri individu proaktif (1995). ciri-ciri individu proaktif (dibandingkan dengan individu reaktif) setidaknya ada 5 (lima), yaitu :
1. Orang proaktif selalu bertanggung jawab. Mereka tidak menyalahkan keadaan, kondisi, atau pengkondisian untuk perilaku mereka. Perilaku adalah produk dari pilihan sadar, berdasarkan nilai, dan bukan produk dari suasana hati, conditioning, atau tekanan sosial yang diterima.
2. Orang proaktif menfokuskan upaya mereka pada lingkaran pengaruh (mencakup segala hal yang dapat dipengaruhi). Mereka mengerjakan hal-hal yang terhadapnya mereka dapat perbuat sesuatu. Sifat dari energi mereka adalah positif, memperluas dan memperbesar, yang menyebabkan lingkaran pengaruh mereka meningkat.
3. Berfokus pada lingkaran pengaruh, orang proaktif bekerja dari dalam ke luar (in side – out), yaitu berusaha memulai perubahan dengan mengubah dirinya lebih dahulu, bahkan dari yang paling dalam dari dirinya, yaitu dengan memeriksa kebenaran paradigma dan persepsi-persepsinya.
4. Orang proaktif hidup berpusat pada prinsip (principle centered) kemudian ia menerjemahkan prinsip-prinsip itu kedalam seperangkat nilai-nilai (values) yang telah dipilihnya dengan sadar. Berdasarkan nilai-nilai itulah ia mengarahkan pilihan sikap dan perilakunya.
5. Orang proaktif mengembangkan dan menggunakan “empat anugrah unik manusianya” secara optimal. Empat anugrah itu adalah seperti yang diyakini oleh pengikut madzhab psikologi humanistik sebagai sifat-sifat unik manusia yang membuatnya berbeda dengan makhluk hidup lainnya. Covey menyebutkan “four unique himant gifts” itu adalah Self Awareness (kesadaran diri), Conscience (hati nurani), Creative Imagination (imajinasi kreatif) dan Independent Will (kebebasan kehendak).
Demikian pengertian dan ciri-ciri proaktivitas, sumber saya dapatkan sebagai berikut;
*Frankl, V., 1962. Man’s Search for Meaning ( An Introduction to Logotherapy). Boston: Beacon Press.
*Hjelle, L.A., & Ziegler, D.J., 1992. Personality Theories, Basic Assumtions, Resarch and Aplications. Second Edition. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha, Ltd.
*Covey, S.R., 1989. The Seven Habits of Highly Effective People. New York: Simon and Schuster.
*Mangkunegara A.A.A.P., 2000. Manajemen Sumberdaya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

kekerasan dalam pacaran (KDP)

Kekerasan dalam Pacaran (KDP)

Kekerasan dalam Pacaran
Pacaran adalah hubungan antara pria dan wanita yang diwarnai keintiman dimana satu sama lain terlibat dalam perasaan cinta dan saling mengakui pasangannya sebagai pacar. Melalui berpacaran seseorang akan mempelajari mengenai perasaan emosional tentang kehangatan, kedekatan dan berbagi dalam hubungan dengan orang lain. Salah satu tugas perkembangan dewasa muda adalah berkisar pada pembinaan hubungan intim dengan orang lain.
Namun pada kenyataannya, seringkali terjadi bahwa pacaran yang dilakukan remaja dapat menjurus kepada hal-hal yang negatif, misalnya pacaran diiringi dengan perilaku seksual pranikah, kekerasan dalam berpacaran, bahkan tidak jarang terjadi kasus-kasus pembunuhan, perkosaan hingga maraknya kasus-kasus hubungan seksual yang direkam melalui handphone. Salah satu fenomena yang saat ini semakin banyak muncul pada hubungan berpacaran adalah kekerasan dalam pacaran (KDP).

Data kasus kekerasan yang ditangani oleh Jaringan Relawan Independen (JaRI) periode April 2002-Juni 2007, yakni, dari 263 kasus kekerasan yang masuk, ada 92% korban perempuan (sekitar 242 orang). Dimana sepertiganya merupakan kekerasan dalam pacaran (KDP). Sementara itu, kasus kekerasan dalam pacaran (KDP) dan perkosaan pun menjadi kasus dominan yang ditangani Rifka Annisa Women`s Crisis Center asal Yogyakarta, setelah kekerasan terhadap istri. Selama 14 tahun terakhir, dari 3.627 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terungkap, sekitar 26 % di antaranya adalah kekerasan dalam pacaran (KDP) dan perkosaan. Rifka Annisa (2002) mencatat bahwa kekerasan terhadap perempuan yang terjadi antara bulan Januari-Juli 2002 tercatat sebanyak 248 kasus. Dimana 60 kasus merupakan kekerasan pada masa pacaran (KDP) dan perkosaan 30 kasus.
Fenomena kekerasan dalam pacaran (KDP) sebenarnya seperti gunung es. Sebab, angka-angka tersebut hanya berdasar pada jumlah kasus yang dilaporkan, padahal dalam kenyataannya, tidaklah mudah bagi korban kekerasan melaporkan kasus yang dialaminya.
Kekerasan dalam Pacaran (KDP)
Banyak orang yang peduli tentang kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga (Domestic Violence), namun masih sedikit yang peduli pada kekerasan yang terjadi berpacaran (Kekerasan Dalam Pacaran/KDP) atau Dating Violence). Banyak yang beranggapan bahwa dalam berpacaran tidaklah mungkin terjadi kekerasan, karena pada umumnya masa berpacaran adalah masa yang penuh dengan hal-hal yang indah, di mana setiap hari diwarnai oleh manisnya tingkah laku dan kata-kata yang dilakukan dan diucapkan sang pacar.
Kekerasan dalam Pacaran (KDP) adalah perilaku atau tindakan seseorang dapat disebut sebagai tindak kekerasan dalam percintaan atau pacaran apabila salah satu pihak merasa terpaksa, tersinggung dan disakiti dengan apa yang telah dilakukan oleh pasangannya pada hubungan pacaran. Suatu tindakan dikatakan kekerasan apabila tindakan tersebut sampai melukai seseorang baik secara fisik maupun psikologis, bila yang melukai adalah pacar maka ini bisa digolongkan tindak kekerasan dalam pacaran (KDP).
Sebenarnya kekerasan ini tidak hanya dialami oleh perempuan atau remaja putri saja, remaja putra pun ada yang mengalami kekerasan yang dilakukan oleh pacarnya. Tetapi perempuan lebih banyak menjadi korban dibandingkan laki-laki karena pada dasarnya kekerasan ini terjadi karena adanya ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang dianut oleh masyarakat luas. Ketidakadilan dalam hal jender selama ini telah terpatri dalam kehidupan sehari-hari, bahwa seorang perempuan biasa dianggap sebagai makhluk yang lemah, penurut, pasif, mengutamakan kepentingan laki-laki dan lain sebagainya, sehingga dirasa “pantas” menerima perlakuan yang tidak wajar atau semena-mena.
Payung hukum terhadap terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan, sebetulnya sudah cukup terakomodasi melalui UU No. 23 tahun 2004 tentang KDRT. Namun untuk kekerasan dalam pacaran (KDP), belum ada payung hukum khusus, dan masih menggunakan KUHP sebab dianggap kasus kriminal biasa. Kekerasan dalam pacaran (KDP) bisa masuk dalam KDRT, karena kekerasan yang terjadi dalam relasi domestik, antara laki-laki dan perempuan yang memiliki hubungan khusus.
Hal yang khas yang sering muncul dalam kasus kasus kekerasan dalam pacaran adalah bahwa korban biasanya memang cenderung lemah, kurang percaya diri, dan sangat mencintai pasangannya. Apalagi karena sang pacar, setelah melakukan kekerasan (menampar, memukul, nonjok, dll) biasanya setelah itu menunjukkan sikap menyesal, minta maaf, dan berjanji tidak akan mengulangi tindakan kekerasan lagi, dan bersikap manis kepada pasangannya. Pada dasarnya, hubungan pacaran adalah sarana melatih keahlian individu dalam kepekaan, empati, kemampuan untuk mengkomunikasikan emosi dan menyelesaikan konflik serta kemampuan untuk mempertahankan komitmen. Jika individu mampu mengkomunikasikan emosi dan menyelesaikan konflik dengan baik niscaya kekerasan dalam pacaran (KDP) tidak akan terjadi. Berkaitan dengan hal tersebut, penulis menduga bahwa salah satu penyebab terjadi kekerasan dalam pacaran (KDP) adalah rendahnya tingkat asertivitas individu. Rendahnya asertivitas tersebut tampak ketika individu cenderung menerima segala bentuk perlakuan oleh pasangannya, meskipun sebetulnya individu merasa tersiksa. Asertif berfungsi sebagai mengkomunikasikan emosi dan menyelesaikan konflik dalam berpacaran.

menumbuhkan motivasi belajar siswa

Menumbuhkan Motivasi Belajar Siswa

Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:
a. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siswa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
b. Hadiah. Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.
c. Saingan atau kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan atau kompetisi di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
d. Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.
e. Hukuman. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.
f. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar. Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik.
g. Membentuk kebiasaan belajar yang baik.
h. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok.
i. Menggunakan metode yang bervariasi.
j. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.

pentingnya kontrol diri

Pentingnya Kontrol Diri

Perubahan-perubahan sosial yang cepat (rapid sosial change) sebagai konsekuensi modernisasi, industrialisasi, kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi telah mempengaruhi perilaku, nilai-nilai moral, etika, dan gaya hidup (value sistem and way of life).
Keberadaan hawa nafsu disamping memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, juga dapat melahirkan madlarat (ketidaknyamanan, atau kekacauan dalam kehidupan, baik personal maupun sosial). Kondisi ini terjadi apabila hawa nafsu tidak dikendalikan atau dikontrol, karena memang sifat yang melekat pada hawa nafsu adalah mendorong (memprovokasi) manusia kepada keburukan atau kejahatan (dalam Psikologi Belajar Agama, 2003).
Menurut Fachrurozi (dalam Jawa Pos, 2004) kegilaan masyarakat saat ini adalah personifikasi atas kegilaan yang dialami sebagai implikasi dari modernitas, bahwa modernitas, disamping melahirkan kemajuan dalam berbagai aspek (teknologi informasi, ekonomi, politik, sosial, dan budaya), ternyata juga melahirkan kegilaan atau gangguan kejiwaan. Diharapkan setiap individu mampu mengontrol diri terhadap setiap perubahan yang terjadi.
Tindakan-tindakan tidak terkontrol sering dikaitkan dengan remaja, karena seringkali bentuk perkelahian dilakukan oleh para remaja, sehingga perkelahian antar remaja sudah menjadi fenomena yang biasa di masyarakat luas terutama di kota-kota besar, perkelahian ini biasanya dipicu oleh masalah-masalah yang sepele, seperti bersenggolan di jalan, atau saling pandang yang ditafsirkan sebagai bentuk menantang, dan biasanya berakhir dengan perkelahian, perkelahian antar remaja pada awalnya hanya melibatkan dua individu kemudian berkembang menjadi perkelahian antar kelompok.
Menurut Lewin (dalam Winarno, 2003) kondisi tersebut dikarenakan dalam kelompok terdapat sifat interdependen antar anggota dan kondisi seperti itu berpeluang menjadi konflik SARA, dikarenakan Indonesia terdiri berbagai macam suku, agama, ras, yang berbeda-beda, sehingga individu akan merasa cemas, tidak aman, dan mudah tersulut emosi bila kontrol diri individu kurang. Oleh karena itu, kontrol diri diperlukan untuk mengontrol emosi yamg berasal dari dalam dan luar individu sebagai bentuk sosialisasi yang wajar.
Menurut Drever, kontrol diri adalah kontrol atau pengendalian yang dijalankan oleh individu terhadap perasaan-perasaan, gerakan-gerakan hati, tindakan-tindakan sendiri, sedangkan Goleman (dalam Sarah, 1998) mengartikan bahwa kontrol diri sebagai kemampuan untuk menyesuaikan dan mengendalikan dengan pola sesuai dengan usia. Bander (dalam Sarah, 1998) menyatakan bahwa kontrol diri merupakan kemampuan individu dalam mengendalikan tindakan yang ditandai dengan kemampuan dalam merencanakan hidup, maupun frustasi-frustasi dan mampu menahan ledakan emosi. Masa-masa remaja ditandai dengan emosi yang mudah meletup atau cenderung untuk tidak dapat mengkontrol dirinya sendiri, akan tetapi tidak semua remaja mudah tersulut emosinya atau tidak mampu untuk mengkontrol dirinya, pada remaja tertentu juga sudah matang dalam artian mampu mengkontrol setiap tindakan yang dilakukannya.

penerimaan sosial remaja

Penerimaan Sosial Remaja

remaja
Setiap remaja dituntut untuk menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting dan krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Ketrampilan-ketrampilan tersebut biasanya disebut sebagai aspek psikososial. Salah satu aspek dari ketrampilan sosial adalah penerimaan sosial. Menurut Hurlock (dalamYusuf, 2002) penerimaan sosial adalah individu dinilai positif oleh orang lain, mau berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial, dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain. Dengan kata lain seseorang dapat diterima secara positif oleh lingkungan sekitarnya dan mau berperan serta dalam kegiatan-kegiatan sosial dalam masyarakat.

Sementara itu pengertian penerimaan sosial menurut Berk (dalam Habibah, 2000) adalah kemampuan seseorang, sehingga ia dihormati oleh anggota kelompok yang lainnya sebagai partner sosial yang berguna. Kemampuan ini meliputi kemauan untuk menerima orang lain sekurang-kurangnya sabar menghadapi, bersikap tenang, ramah tamah dan sebagainya. Penerimaan sosial dapat memudahkan dalam pembentukan tingkah laku sosial yang diinginkan, reinforcement atau modeling dan pelatihan secara langsung dapat meningkatkan keterampilan sosial.
Penerimaan sosial juga berarti dipilih sebagai teman untuk suatu aktifitas dalam kelompok dimana seseorang menjadi anggota. Ini merupakan indeks keberhasilan yang digunakan seseorang untuk berperan dalam kelompok sosial dan menunjukkan derajat rasa suka anggota kelompok yang lain untuk bekerja sama atau bermain dengannya (Hurlock, 1997). Individu yang diterima secara sosial biasanya lebih mampu menerima dirinya sendiri, hal ini karena terdapat korelasi yang cukup tinggi antara social acceptence dan self acceptence sehingga dapat dikatakan bahwa individu yang mempunyai tingkat penerimaan sosial yang tinggi akan memiliki konsep diri yang positif (Centi dalam Habibah, 2000).
Sumber;
Yusuf, Syamsu, 2002. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung:Rosda Karya.
Habibah, A., 2000, Study Tentang Penerimaan Sosial Remaja Eks Pengguna Narkoba.Skripsi Sarjana Strata I (Tidak Diterbitkan. Surabaya : Fakultas Psikologi Universitas Surabaya.
Hurlock, E, B. 1997. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga

penyesuaian diri remaja

Penyesuaian Diri pada Remaja

teenfashiondm_468x384
Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran orang lain, dibutuhkan adanya keselarasan diantara manusia itu sendiri. Agar hubungan interaksi berjalan baik diharapkan manusia mampu untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya, sehingga dapat menjadi bagian dari lingkungan tanpa menimbulkan masalah pada dirinya. Dengan kata lain berhasil atau tidaknya manusia dalam menyelaraskan diri dengan lingkungannya sangat tergantung dari kemampuan penyesuaian dirinya.
Penyesuaian dapat didefinisikan sebagai interaksi yang kontinyu antara diri individu sendiri, dengan orang lain dan dengan dunia luar. Ketiga faktor ini secara konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut bersifat timbal balik (Calhoun dan Acocella,1976). Dari diri sendiri yaitu jumlah keseluruhan dari apa yang telah ada pada diri individu, tubuh, perilaku dan pemikiran serta perasaan. Orang lain yaitu orang-orang disekitar individu yang mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan individu. Dunia luar yaitu penglihatan dan penciuman serta suara yang mengelilingi individu.
Proses penyesuaian diri pada manusia tidaklah mudah. Hal ini karena didalam kehidupannya manusia terus dihadapkan pada pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Periode penyesuaian diri ini merupakan suatu periode khusus dan sulit dari rentang hidup manusia. Manusia diharapkan mampu memainkan peran-peran sosial baru, mengembangkan sikap-sikap sosial baru dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru yang dihadapi (Hurlock,1980).
Disebutkan juga oleh Hurlock (1980) bahwa seperti halnya proses penyesuaian diri yang sulit yang dihadapi manusia secara umum, para remaja juga mengalami proses penyesuaian diri dimana proses penyesuaian diri pada remaja ini merupakan suatu peralihan dari satu tahap perkembangan ketahap berikutnya. Dalam periode peralihan ini terdapat keraguan akan peran yang akan dilakukan, namun pada periode ini juga memberikan waktu kepada remaja untuk mencoba gaya baru yang berbeda, menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya. Dengan kata lain hal ini merupakan proses pencarian identitas diri yang dilakukan oleh para remaja.
Untuk menjadikan remaja mampu berperan serta dan melaksanakan tugasnya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat tidaklah mudah, karena masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini dalam diri remaja terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada fisik, psikis, maupun sosial. Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam berhubungan yang belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa diluar lingkungan keluarga. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus banyak penyesuaian baru.
Agar penyesuaian diri yang dilakukan terhadap lingkungan sosial berhasil (well adjusted), maka remaja harus menyelaraskan antara tuntutan yang berasal dari dalam dirinya dengan tuntutan-tuntutan yang diharapkan oleh lingkungannya, sehingga remaja mendapatkan kepuasan dan memiliki kepribadian yang sehat. Misalnya sebagian besar remaja mengetahui bahwa para remaja tersebut memakai model pakaian yang sama denga pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar. Untuk itu remaja harus mengetahui lebih banyak informasi yang tepat tentang diri dan lingkungannya.

masalah remaja

PROBLEMATIKA REMAJA MASA KINI



BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar belakang
Masa remaja sering kali di hubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan ketidak wajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidak selarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang di alami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan.

Sejalan dengan perubahan –perubahan yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pad tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagai mana diketahui, dalam setiap fase perkembangan , termasuk pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus di penuhi. Apabila individu mampu memenuhi tugas perkembangan dengan baik, maka akan tercapai kepuasan, dan kebahagiaan juga akan menentukan keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya. Bebrapa perubahan yang di alami remaja adalah perubahan fisik, psikis dan sosial.

  1. Rumusan masalah.
    1. Beberapa perubahan yang dialami remaja.
    2. Masalah-masalah yang di alami remaja
    3. Faktor-faktor kenakalan remaja

  1. Tujuan.
Denagn adanya makalah ini dapat memberikan pengetahuan tentang problematika sosial dan pengaruh terhadap anak didik.





BAB II
PEMBAHASAN
  1. Perubahan yang di alami remaja.
    1. 1.      Perkembangan fisik remaja.
Masa remaja di awali dengan masa puberitas, yaitu masa terjadinya perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual). Perubahan fisik terjadi pada masa puberitas ini merupakan peristiwa yang paling penting, berlangsung cepat, drastic, tidak beraturan dan terjadi pada system reproduksi. Hormon-hormon mulai di produksi dan mempengaruhi organ reproduksi untuk memulai siklus reproduksi serta mempengaruhi terjadinya perubahan tubuh. Perubahan tubuh ini disertai dengan perkembangan bertahap dari kakteristik seksual primer dan karakteristik seksual skunder. Karakteristik seksual primer mencakup perkembangan organ-organ reproduksi , sedangkan karakteristik seksual skunder mencakup perubahan dalam bentuk tubuh sesuai dengan jenis kelamin, misalnya , pada remaja putri ditandai dengan menarche (mentruasi pertama), tumbuhnya rambut-rambut pubis, pembesaran buah dada, pinggul, sedangkan pada remaja putra mengalami pullitio(mimpi basah pertama), pembesaran suara, tumbuhnya ramut-rambut pubis, tumbuh rambut pada bagian tertentu seperti di dada, dikaki, kumis dan sebagainya.
Sekitar dua tahun pertumbuhan berat dan tinggi badan mengikuti perkembangan kematangan seksual remaja. Anak remaja putrid mengalami pertumbuhan tubuh pada usia 8-8 tahun, dan mengalami menarche rata-rata pada usia 12 tahun. Pada anak remaja putra mulai menunjukkkan perubahan tubuh pada usia sekitar 10-11 tahun, sedangkan perubahan suara pada usia 13 thun.
Pada masa puberitas , hormone-hormon mulai berfungsi selai menyebabkan perubahan fisik / tubuh juga mempengaruhi dorongan seks remaja. Remaja mulai merasakan dengan jelas meningkatnya dorongan seks  dalam dirinya, misalnya muncul ketertarikan dengan orang lain dan keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual.
Selama masa remaja, perubahan tubuh ini akan semakin mencapai keseimbangan yang sifatnya individual. Di akhir masa remaja, ukuran tubuh remaja sudah mnecapai bentuk akhirnya dan system reproduksi sudah mencapaikematangan secara fisiologis, sebelum ahirnya nanti mengalami penurunan fungsi pada saat awal masa lanjut usia. Sebagai akibat proses kematangan system reproduksi ini, seseorang sudah bisa menjalankan fungsi prokreasinya, artinya sudah dapat mempunyai keturunan . meski pun demikian , hal ini tidak berarti bahwa remaja sudah mampu bereproduksi dengan aman secara fisik.

  1. 2.      Perkembangan fisik remaja
Ketika memasuki masa puberitas , setiap anak sudah mempunyai system kepribadian yang merupakan pembentukan dari perkambangan selama ini . diluar system kepribadian anak seperti perkembangan ilmu pengeetahuan dan informasi., pengaruh media masa, keluarga, sekolah, teman sebaya, agama, nilai dan norma masyarakat tidak dapat di abaikan dalam pembentukan sisitem kepribadian tersebut. Pada masa remaja, seringkali berbagai faktor penunjang ini dapat saling mendukung dan dapat saling berbenturan nilai.

  1. 3.      Perkembangan sosial remaja
Perubahan sosial seperti adanya kecenderungan anak –anak pra-remaja utnuk berprilaku sebagai mana yang ditunjukkan remaja membuat penganut aliran kontemporer memasukkan mereka dalam kategori remaja. Adanya peningkatan kecenderungan para remaja untuk melanjutkan sekolah atau mengikuti pelatihan kerja(magang) setamat SLTA, membuat individu yang berusia 19-22 tahun juga di masukkan dalam golongan remaja , dengan pertimbangan bahwa, pembentukan identitas diri remaja masih terus berlangsung sepanjang rentang usia tersebut.
Batasan remaja menurut usia kronologis, yaitu antara 13 hingga 18 tahun, ada juga yang membatasi usia remaja antara 11-22 tahun . lebih lanjut Thornburgh membagi usia remaja menjadi tiga kelompok,
Yaitu :
  1. Remaja awal: antara 11 hingga 13 tahun
  2. Remaja pewrtengahan : antara 14 hingga 16 thun
  3. Remaja akhir : antara 17 hingga 19 tahun.
Pada masa tersebut tugas –tugas yang harus di penuhi adlah sebgai berikut:
  1. Mencapai hubungan yang baru dan lebih masak dengan teman sebaya baik sesame jenis maupun lawan jenis.
  2. Mencapai peran sosial maskulin dan feminism.
  3. Menerima keadaan fisik dan dapat menggunakan secara efektif.
  4. Mencapai kemandirian secara emosional dari orang tua dan prang dewasa lainnya.
  5.   Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi.
  6. Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja.
  7. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga.
  8. Mengembangkan kemampuandan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai warga Negara.
  9. Menginginan dan mencapai prilaku yang dapat dipertanggung jawabkan secara sosial.
  10. Memperoleh rangkaina system nilai dan etika sebgai pedoman perilaku.
Tugas-tugas  perkembangan pad amsa remaja yang disetai oleh berkembangnya kapsitas intelektual, stress dan harapan-harapan baru yang di alami remaja membuat mereka mudah mengalami gangguan baik berupa gangguan pikiran , perasaan maupun gangguan prilaku. Stress, kesedihan, kecemasan, kesepian, keraguan pada diri remaja membuat mereka mengambil resiko dengan melukukan kenakalan (Fuhrman, 1990)
  1. B.     Masalah-masalah remaja.
Tidak semua remaja dapat memnuhi tugas-tugas tersebut dengan baik , menurut Hurlock (1073) ada beberapa maslah yang di alami remaja dalam memenuhi tugas tersebut:
  1. Masalah pribadi, yaitu maslah maslah yang berhubungan dengan situasi dan kondusi dirumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas, dan lain-lain
  2.  Maslah khas remaja, yaitu maslah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja, seperti maslah pencapaian kemandirian keslah pahamanatau penilaian berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak besar dan lebih sedikit kewajibanyang di bebankan oleh orang tua.
Elkind dan postman ( dalam furham, 1990) menyebutkan tentang fenomena akhir abad duapuluh, yaitu berkembanga kesamaan perlakuan dan harapan terhadap anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak masa kini mengalami banjir stress yang dating dari perubahan social yang cepat dan membingungkan serta harapan masyarakat yang menginginkan mereka melakukan peran dewasa sebelum mereka masak secara psikologis untuk menghadapinya. Tekanan-tekanan tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan di sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, depresi dan bunuh diri, keluhan-keluhan somatic dan kesedihan yang kronis.
Lebih lanjut dikatakan bahwa masyarakat pada era teknologi maju dewasa ini membutuhkan orang yang sangat kompeten dan trampil untuk mengelola teknologi tersebut. Ketidakmampuan remaja mengikuti perkembangan teknologi yang demikian cepat dapat membuat mereka merasa gagal, malu, kehilangan harga diri, dan mengalami gangguan emosional.
Bellak (dalam Fuhrmann, 1990) secara khusus membahas pengaruh tekanan media terhadap perkembangan remaja. Menurutnya, remaja masa kini dihadapkan pada lingkungan dimana segala sesuatu berubah sangat cepat. Mereka dibanjiri oleh informasi yang terlalu banyak dan terlalu cepat untuk diserap dan dimengerti. Semuanya terus bertumpuk hingga mencapai apa yang disebut information overload. Akibatnya timbul perasaan terasing, keputusasaan, absurditas, problem identitas dan masalah-masalah yang berhubungan dengan benturan budaya.
Uraian diatas memberikan gambaran betapa majemuknya masalah yang dialami remaja masa kini. Tekanan-tekanan sebagai akibat perkembanganfifiologis pada masa remaja, ditambah dengan tekanan akibat perubahan kondisi social budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat seringkali mengakibatkan timbulnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian diri atau gangguan perilaku. Beberapa bentuk gangguan perilaku ini dapat digolongkan dalam delinkuensi.
Perkembangan pada remaja merupakan proses untuk mencapai kemasakan dalam berbagai aspek sampai tercapainya tingkat kedewasaan. Proses ini adalah sebuah proses yang memperlihatkan hubungan erat antara perkembangan aspek fisik dengan psikis pada remaja.
  1. Factor-faktor yang kondusif bagi terjadinya kenakalan remaja terbagi menjadi kutub-kutub seperti berikut antara lain :
    1. 1.      Kutub Kleuarga ( Rumah Tangga )
Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak/ remaja yang dibesarkan dalam lingkungan social keluarga yang tidak baik/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kpribadian menjadi berkepribadian antisocial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (sakinah).
Criteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli, antara lain :
  1. Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce)
  2. Kesibukan orangtua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah
  3. Hubungan interpersonal antara anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik (buruk)
  4. Substitusi ungkapan kasih saying orang tua kepada anak, dalam bentuk materi dar pada kejiwaan (psikologis).

Selain dari pada kondisi keluarga tersebut di atas, berikut adalah rincian kondisi keluarga yang merupakan sumber stress pada anak dan remaja, yaitu :
  1. Hubungan buruk atau dingin antara ayah dan ibu
  2. Terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga
  3. Cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orang tua tau oleh kakek/nenek
  4. Sikap orang tua yang dingin dan acuh tak acuh terhadap anak
  5. Sikap orang tua yang kasar dank eras kepada anak
  6. Campur tangan perhatian yang berlebih dari orang tua terhadap anak
  7. Orang tua yang jarang di rumah atau terdapatnya istri lain
  8. Sikap atau control yang tidak konsisten, control yang tidak cukup
  9. Kurang stimuli kognitif atau social
  10. Lain-lain, menjadi anak angkat, dirawat di rumah sakit, kehilangan orang tua, dan lain sebagainya.
Sebagaimana telah disebutkan di muka, maka anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sebagaimana di uraikan di atas, maka resiko untuk berkepribadian anti social dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang sehat/harmonis (sakinah)

  1. 2.      Kutub sekolah
Kondisi sekolah yang tidak baik dapat mengganggu proses belajar mengajar anak didik, yang pada giliranya dapat memberikan “peluang” pada anak didik untuk berperilaku menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik tersebut, antara lain :
  1. Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai
  2. Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai
  3. Kualitas dan kuantitas tenaga non guru yang tidak memadai
  4. Kesejahteraan guru yang tidak memadai
  5. Kurikulum sekolah yang sering berganti-ganti, muatan agama/budi pekerti yang kurang
  6. Lokasi sekolah di daerah rawan, dan lain sebagainya
  7. 3.      Kutub masyarakat ( Kondisi Lingkungan Sosial )
Faktor kondisi lingkungan social yang tidak sehat atau “rawn”, dapat merupakan faktor yang kondusif bagi anak/remaja untuk berperilaku menyimpang. Faktor kutub masyarakat ini dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu pertama, faktor kerawanan masyarakat dan kedua, factor daerah rawan ( gangguan kamtibnas ). Criteria dari kedua faktor tersebut, antara lain :
  1. Faktor kerawanan masyarakat ( Lingkungan )
1)         Tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut malam bahkan sampai dini hari
2)         Peredaran alcohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainya
3)         Pengangguran
4)         Anak-anak putus sekolah/anak jalanan
5)         Wanita tuna susila (wts)
6)         Beredarnya bacaan, tontonan, TV, majalah, dan lain-lain yang sifatnya pornografis dan kekerasan
7)         Perumahan kumuh dan padat
8)         Pencemaran lingkungan
9)         Tindak kekerasan dan kriminalitas
10)     Kesenjangan social

  1. Daerah Rawan ( Gangguan Kantibnas )
1)         Penyalahgunaan alcohol, narkotika dan zat aditif lainya
2)         Perkelahian perorangan atau berkelompok/masal
3)         Kebut-kebutan
4)         Pencurian, perampasan, penodongan, pengompasasan, perampokan
5)         Perkosaan
6)         Pembunuhan
7)         Tindak kekerasan lainya
8)         Pengrusakan
9)         Coret-coret dan lain sebagainya

semua tentang remaja

Remaja



Tubuh bagian atas remaja laki-laki. Struktur tubuhnya mulai berubah dan mulai menyerupai tubuh dewasa
Sekelompok remaja perempuan di Indonesia
Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa.
Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun.

Definisi

Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga.
Dilihat dari bahasa inggris "teenager", remaja artinya yakni manusia berusia belasan tahun.Dimana usia tersebut merupakan perkembangan untuk menjadi dewasa. Oleh sebab itu orang tua dan pendidik sebagai bagian masyarakat yang lebih berpengalaman memiliki peranan penting dalam membantu perkembangan remaja menuju kedewasaan.[rujukan?] Remaja juga berasal dari kata latin "adolensence" yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja memiliki tempat di antara anak-anak dan orang tua karena sudah tidak termasuk golongan anak tetapi belum juga berada dalam golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek / fungsi untuk memasuki masa dewasa.Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan menurut Zakiah Darajat (1990: 23) remaja adalah: Masa peralihan di antara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun.
Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu
  • 12 – 15 tahun
  • masa remaja awal, 15 – 18 tahun
  • masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun
  • masa remaja akhir.
Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun (Deswita, 2006:192) Definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari, Zakiah Darajat, dan Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis